Selasa, 03 Mei 2016

Obat Wajib Apotek (OWA) dan Cara Santun Dalam Berkomunikasi Dengan Pasien

OBAT WAJIB APOTEK (OWA)

Apa itu obat wajib apotek? Bagaimana ketentuannya dalam peraturan perundangan?
Obat wajib apotek merupakan salah satu obat yang dapat atau boleh dilakukan swamedikasi (pengobatan sendiri) oleh apoteker di apotek. Secara keseluruhan dalam upaya meningkatkan peranan sekaligus fungsi apotek dan apoteker dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat pada umumnya, dimana berdasarkan surat KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 347/MenKes/SK/VlI/1990 tentang Obat Wajib Apotek menetapkan bahwa:
1.    Obat wajib apotek yaitu obat keras yang dapat diserahkan oleh Apoteker kepada pasien di Apotek tanpa resep dokter.
2.     Obat keras yang tergolong obat wajib apotek ditetapkan oleh Menteri Kesehatan
3.    Obat yang tercantum pada lampiran Keputusan ini dapat diserahkan oleh Apoteker di Apotek dan selanjutnya obat wajib apotek ini dapat ditinjau kembali dan disempurnakan setiap waktu sesuai dengan ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
4. Berdasarkan ketentuannya menurut perundang-undangan apoteker di Apotek dalam melayani pasien yang memerlukan obat di maksud pada peraturan yang dibuat oleh Menteri Kesehatan harus:
·      Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang disebutkan dalam Obat Wajib Apotek yang bersangkutan.
·      Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan.
·      Memberi informasi meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi, efek samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien.
5.    Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Obat wajib apotek yang dapat diserahkan oleh Apoteker di Apotek tanpa resep dokter harus memenuhi kriteria sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 919/Menkes/Per/X/1993 Tentang Kriteria Obat Yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep yaitu:
a.   Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.
b.    Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko pada kelanjutan penyakit.
c.  Penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan.
d.    Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.
e.   Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.
Disini terdapat daftar obat wajib apotek yang dikeluarkan berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan. Sampai saat ini sudah ada 3 daftar obat yang diperbolehkan diserahkan tanpa resep dokter. Seperti telah kita ketahui bersama, peraturan mengenai Daftar Obat Wajib Apotek tercantum dalam:
1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 347/MenKes/SK/VII/1990 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 1
2.    Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 924/Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 2
3.  Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 3
Semuanya diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan (KepMenKes), guna memperluas jangkauan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, utamanya akses obat.
   Gambar 1. Daftar Obat Wajib Apotek No.1
Lanjutan Gambar 1. Daftar Obat Wajib Apotek No.1
Gambar 2. Daftar Obat Wajib Apotek No.2
Gambar 3. Daftar Obat Wajib Apotek No.3

Oleh: Ni Putu Aditya Kusuma Dewi
1508526003
    Daftar Pustaka:
  Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 347/MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek. Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
   Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 919/Menkes/Per/X/1993 Tentang Kriteria Obat Yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep. Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
   Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 924/Menkes/Per/X/1993 Tentang Daftar Obat Wajib Apotek No.2. Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
   Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 1176/Menkes/SK/X/1999 Tentang Daftar Obat Wajib Apotek No.3. Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

CARA SANTUN DALAM BERKOMUNIKASI DENGAN PASIEN

Bahasa memegang peranan penting dalam komunikasi dan interaksi manusia dalam kehidupan sosialnya. Setiap komunikasi manusia saling menyampaikan informasi yang dapat berupa pikiran, gagasan, maksud, perasaan maupun emosi secara langsung. Komunikasi merupakan kegiatan mengajukan pengertian yang diinginkan dari pengirim informasi kepada penerima informasi dan menimbulkan tingkah laku yang diinginkan dari penerima informasi (Damaiyanti, 2008).
Menurut KEPMENKES RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, konseling adalah suatu proses komunikasi dua arah yang sistematik antara apoteker dan pasien untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat dan pengobatan. Dengan adanya diskusi timbal-balik dan tukar menukar opini antara pasien dan apoteker diharapkan dapat diambil keputusan bersama tentang terapi yang akan dijalani. Peran terpenting konseling pasien adalah memperbaiki kualitas hidup pasien dan menyediakan pelayanan yang bermutu untuk pasien (Rantucci, 2006).
Dengan adanya komunikasi diharapkan pasien mendapatkan pengetahuan dan pemahaman pasien dalam penggunaan obat sehingga berdampak pada kepatuhan pengobatan dan keberhasilan dalam proses penyembuhan penyakitnya (Depkes RI, 2006). Selain dapat meningkatkan kepatuhan pasien, pemberian obat disertai dengan adanya komunikasi dengan pasien dapat mengurangi terjadinya efek samping obat pada pengobatan yang dijalani oleh pasien. Melalui komunikasi, apoteker dapat menyelidiki kebutuhan pasien saat ini dan akan datang. Apoteker dapat menemukan apa yang perlu diketahui oleh pasien, keterampilan apa yang perlu dikembangkan dalam diri pasien, dan masalah yang perlu diatasi. Selain itu, apoteker diharapkan dapat menentukan perilaku dan sikap pasien yang perlu dirubah (Rantucci, 2006). Dalam  berkomunikasi, penutur harus  melihat  situasi  dan  kondisi  saat  berbicara, unsur-unsur  yang  terdapat  dalam  tindak  tutur  dan  kaitannya  dengan  bentuk  dan  pemilihan ragam bahasa, antara lain siapa berbicara, dengan siapa berbicara, tentang apa, dengan jalur apa,  dan  ragam  bahasa  yang  mana.
Untuk melakukan komunikasi obat yang benar terhadap pasien mengenai obat, Apoteker diwajibkan untuk memiliki beberapa sumber informasi. Sumber  infomasi yang digunakan bisa berasal dari pustaka, media cetak, dan internet (Rantucci, 2006). Apoteker hendaknya berkomunikasi secara sopan dengan pasien dengan cara tidak keras dalam berbicara, harus berbicara pelan, dan pada saat berbicara harus senyum agar pasien tertarik untuk mendengarkan pada saat diberikan informasi tentang obat. Dimana cara berkomunikasi yang sopan dengan pasien ini nantinya akan selalu digunakan pada saat praktek di rumah sakit maupun komunitas, juga berguna dalam pengobatan swamedikasi.


*SEMOGA BERMANFAAT BAGI YANG MEMBACA*
I Gst Ag Gd Perbhawa Chandra Desta (1508526004)


DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, Mukhripah. 2008. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik  Keperawatan. Bandung: Refika Aditama.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia,2006.Profil Kesehatan 2005. Jakarta.
Keputusan Menteri Kesehatan RI tentang Standar pelayanan Kefarmasian di Apotek. Kepmenkes Nomor 1027 tahun 2004
Rantucci, M.J. 2006.Komunikasi Apoteker-Pasien : Panduan Konseling Pasien (Edisi 2). Penerjemah : A.N. Sani. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC






Tidak ada komentar:

Posting Komentar